Jgmittubutuan.com - Pendapatan Terendah Sepanjang Pandemi. Kala krisis menyerang, dorongan
tunai ialah bagian dari paket kebijakan yang diterapkan pemerintah buat
membetulkan akibat ekonominya. Entah itu tentang pengungsi, krisis ekonomi,
ataupun musibah alam, negeri sudah memakai duit tunai secara ekstensif. Fakta
empiris menampilkan kalau dorongan tunai biasanya digunakan dengan bijaksana,
bisa menyelamatkan nyawa serta, bila dirancang dengan baik, bisa menolong orang
keluar dari kemiskinan secara permanen.
Tetapi terdapat lebih banyak lagi
menimpa perihal tersebut. Baru- baru ini, jadi jelas kalau suntikan dana bisa
merangsang khasiat bonus yang lebih luas. Di Afrika, penyediaan$1 dalam program
semacam itu dihasilkan antara$1, 27 dan$2, 60 dalam ekonomi lokal. Di Amerika
Serikat, SNAP senilai satu dolar, skema kuasi- tunai, menuju ke$1, 79 dalam
keuntungan ekonomi. Serta apalagi di tengahResesi UE satu dekade kemudian, tiap
euro tunai menciptakan 85 sen euro dalam aktivitas ekonomi.
Pertanyaannya merupakan: Bisakah
dorongan tunai menolong mengimbangi sebagian kehancuran ekonomi yang
ditimbulkan oleh COVID- 19? Ini bukan persoalan hipotetis. Dalam menjawab virus
corona baru, negara- negara semacam Indonesia, Malaysia, serta Cina
mengestimasi, memperluas, serta tingkatkan pembayaran program tunai andalan
mereka. Serta begitu pula Inggris. Sebab watak virus yang umum, sebagian negeri
lagi memikirkan transfer umum. Ini tercantum pemberian duit tunai kepada
seluruh orang tanpa pamrih, yaitupendapatan bawah umum( UBI)—topik dari novel
baru kami.
SATU Perlengkapan, BANYAK TUJUAN
Secara tradisional, UBI dibingkai di dekat 3 tujuan berbeda:( 1) melawan kemungkinankehilangan pekerjaan sebab otomatisasi, tercantum pekerjaan berisiko semacam pengemudi truk;( 2) menguatkan kontrak sosial serta keyakinan pada pemerintah dengan mendistribusikan kembali pemasukan minyak ala Alaska; serta( 3) berperan selaku kesengajaan instrumen pengentasan kemiskinan.
Tiap- tiap tujuan ini mempunyai
implikasi yang berbeda tentang gimana UBI wajib dikomunikasikan kepada publik,
gimana perihal itu dialami serta didukung secara sosial, serta gimana perihal
itu dirancang. Misalnya, jumlah duit tunai yang diberikan selaku ciri buat
kontrak sosial bisa jadi nyaris tidak lumayan buat kurangi kemiskinan. Trade-
off serta ekspektasi butuh dikelola.
Epidemi COVID- 19 saat ini
membagikan peluang kepada pembentuk kebijakan buat memikirkan pendekatan baru
terhadap UBI—transfer tunai satu kali buat memicu permintaan konsumen. Ini bisa
diimplementasikan selaku pengungkit moneter yang ada untuk bank sentral,
ataupun selaku bagian dari paket fiskal yang diluncurkan oleh departemen
keuangan.
Terdapat preseden: Kuwait mempunyai
transfer satu kali pada tahun 2011, sementaraAustralia melaksanakan suntikan
seragam pada tahun 2009. Pembentuk kebijakan sudah mencatat serta saat ini
memikirkan transfer tunai satu kali selaku opsi kebijakan yang sungguh-
sungguh.
Kenyataannya, Hong Kong sudah mengumumkan kalau mereka hendak menjangkau 7 juta penduduk berusia dengan pembayaran satu kali, serta Uni Eropa lagi mempertimbangkanmelakukannya sebab" mengganti tiap batu."
Berikut 5 PELAJARAN Umum sebagai judul artikel ini
Pengalaman tadinya dengan UBI serta intervensi seragam UBI membagikan 5 pelajaran. Mereka berkaitan dengan resiko inflasi, ketegangan pada sistem pengiriman, komunikasi, sinkronisasi dengan jaring pengaman yang lain, serta memakai krisis sedangkan buat membuat pergantian permanen.
1. Transfer satu kali di Kuwait
serta Australia, dan reguler Pembayaran UBI di Mongolia, nyatanya tidak
menciptakan inflasi yang signifikan. Ini sebab benda serta jasa terus dipasok
oleh pasar swasta serta tubuh publik serta industri. Tetapi ini tidak boleh
dikira selaku pemberian sepanjang krisis.
2. Kekuatan sistem pengiriman
merupakan kuncinya. Bila pergerakan orang dibatasi( misalnya, sebab karantina),
tekanan besar bisa diberikan pada pembayaran digital serta online, yang
perkembangannya terletak di jantung Program" quasi- UBI" India.
Membenarkan kalau sistem tersebut kokoh hendak jadi prioritas sepanjang
pandemi.
3. Berartinya strategi komunikasi
yang baik seputar skema UBI tidak bisa dilebih- lebihkan. UBI muncul dengan
narasi serta harapan yang bersaing, mengutamakan kejelasan tentang tujuan,
desain, serta persyaratan kelayakannya. Ini apalagi lebih berarti pada dikala
orang cenderung panik.
4. Bila dipertimbangkan, program
UBI wajib cocok dengan ekosistem skema yang terdapat. UBI bisa membenarkan
cakupan yang kilat serta luas, namun bisa jadi kurang bernuansa dalam
menanggulangi kerentanan tertentu( misalnya, membagikan perawatan kepada orang
tua serta kelompok rentan yang lain semacam kanak- kanak). Serta bila krisis
berkelanjutan ataupun dalam, beban menunjang rakyat hendak bertumpu pada jaring
pengaman yang terdapat. Membenarkan kalau mereka bisa diskalakan, disesuaikan,
serta didanai dengan baik merupakan kuncinya.
5. Krisis cenderung menarangkan
kesenjangan dalam sistem proteksi sosial. Pengalaman di negara- negara
berpenghasilan besar, dan di negara- negara semacam Indonesia, Mesir, Lebanon,
serta Ethiopia, menampilkan bahwa krisis kerapkali ialah persimpangan yangberharga buat melaksanakan revisi jangka panjang. UBI bisa jadi ialah metode
buat menutup lubang namun, sama bisa jadi, itu bisa jadi bukan yang terbaik
buat melaksanakannya.
Dalam memerangi COVID- 19, bisa jadi terdapat kedudukan buat meningkatkan wujud baru dari transfer tunai satu kali ini. Mudah- mudahan pendidikan lintas negeri tentang transfer tunai hendak menyebar lebih kilat daripada virus.