Renungan Harian Kristen - Pendidikan Sebagai Ibadah
Bacaan Alkitab : Yes. 58: 1 – 12
Pengantar - Pendidikan Sebagai Ibadah
Menurut sejumlah ahli, selama masa pandemi, pendidikan dari rumah juga harus memperhatikan keseimbangan antara aspek moral, karakter, emosi dan social, selain kemampuan kognitif (kemampuan rasional), afektif (kemampuan berkaitan dengan nilai dan sikap) dan psikomotorik (kemampuan mengembangkan ketrampilan). Keseimbangan antara teori dan praktek, antara bathin dan aksi adalah hal penting yang perlu terus dikembangkan. Ibarat ilmu padi, semakin tinggi ilmu seseorang akan membuatnya semakin memiliki kepekaan, karakter dan kepedulian yang tinggi. Ketimpangan pendidikan kadang terjadi di sekitar kita, ketika kita mengejar nilai-nilai rapor yang tinggi namun minim di dalam aksi dan kepedulian kepada sesama. Itulah mirisnya pendidikan kita, semakin bertambah banyak jumlah sekolah atau semakin mahalnya biaya sekolah, justru tidak seimbang dengan semakin tingginya kepedulian sosial.
Kehidupan disiplin rohani seperti berdoa, berpuasa dan melakukan ritus tertentu tentu bersumber dari pengenalan akan Taurat Tuhan. Namun pengenalan itu harus berimbas pada aksi yang penuh simpati kepada sesama. Kritik Nabi Yesaya atas ketimpangan itu adalah kritik kepada kemajuan manusia yang tidak memperhatikan keseimbangan nilai rohani dan jasmani.
Penjelasan Teks – Pendidikan sebagai ibadah
Seluruh nas ini dibuat dalam bentuk dialog antara Allah dengan orang munafik. Awalnya mereka menuntut Tuhan untuk menjawab mereka sesuai ibadah mereka. Namun kemudian Tuhan membeberkan isi hati dan kedalaman jiwa mereka dibalik megahnya dan salehnya ibadah mereka itu. Ayat 1-2 adalah sanjungan dari Tuhan mengenai kesalehan bangsa Israel yang taat dan rindu hidup bergaul dengan Tuhan. Namun Tuhan sebenarnya sedang mengecam kemunafikan mereka. Beberapa orang telah berupaya menyembunyikan kejahatan mereka melalui kesalehan. Allah sedang mengoreksi inti terdalam relasi manusia dengan Allah dan sesama. Kesalehan ibadah tidak bisa menutupi kejahatan. Keseriusan beribadah dihadapan manusia ternyata telah menjadi alat menutupi keburukan Israel. Itulah yang diingatkan Tuhan di bagian awal kecaman ini.
Ayat 3-5. Dalam ayat ini ada ungkapan hati dari kaum munafik. Mereka menanyakan “mengapa puasa kami tidak berkenan kepada Tuhan?” Namun selekas mungkin Tuhan membeberkan kebusukan mereka dibalik kesalehan mereka. Allah tidak berkenan kepada kesalehan yang menutupi kebusukan hidup umatNya. Tuhan mempertanyakan berkali-kali kesungguhan mereka berpuasa dan beribadah. Ayat 6-7. Tuhan meluruskan kembali hakikat ibadah manusia. Ibadah harus berdampak pada tindakan atau sikap untuk melepaskan sesama manusia dari penganiayaan, kelaliman, kuk. Puasa sebagai salah satu wujud ibadah bukan sekedar menahan lapar dan menghemat uang belanja tetapi tindakan untuk berbagi makanan hingga mengenyangkan orang lapar, berbagi kenyamanan bersama-sama orang miskin, memberi kehormatan kepada mereka yang dipermalukan karena telanjang dan memperbaiki relasi kekeluargaan.
Ayat 8-9. Tuhan memberi jaminan apabila ibadah yang dilakukan juga berkesinambungan dengan karya nyata. Orang yang melakukan ibadah sejati akan hidup bagaikan fajar setiap pagi, menerangi dan mengusir kegelapan. Kebenaran dan kemulian TUHAN akan mengiringi kehidupannya. Tuhan akan berkenan kepada seruan mereka. Ketika mereka berpihak kepada orang yang susah, Allah pun akan berpihak kepada mereka. Tuhan berjanji menuntun, memuaskan dan membaharui orang-orang yang mewujudkan ibadah dalam karya-karya kebaikan.
Aplikasi – Renungan Harian Kristen
Teks ini berisi teguran kepada Israel agar tidak hanya menekankan ibadat liturgis tetapi juga melaksanakan ibadah karya, yakni memperhatikan sesama yang rentan. Dalam dunia modern akhir_akhir ini, kecenderungan menutupi kejahatan dengan bahasa rohani dan simbol agama kadang telah mengecohkan banyak orang. Namun orang Kristen harus selalu diingatkan bahwa Allah akan sanggup menguji kedalaman hati setiap orang yang beribadah. Allah sangat menginginkan ibadah sejati yang tidak saja dilaksanakan dalam ruang ibadah, namun berkesinambungan pada tindakan nyata di tengah dunia yang rusak ini. kemegahan sebuah ibadah haruslah berdampak pada relasi dan sikap yang benar terhadap kemanusiaan. Tanpa semangat kemanusiaan, ibadah kepada Allah hanyalah ekspresi kehampaan.
Pendidikan Kristen dirancang untuk memberikan kesimbangan antara nilai iman dengan aksi-aksi yang simpati kepada sesama. Selain disiplin rohani, kita juga perlu melibatkan semua orang untuk telibat dalam aksi sosial dalam berbagai bentuk. Contohnya adalah kepedulian kepada sekolah-sekolah di daerah pedalaman yang minim fasilitas, mendukung pembiayaan guru sekolah GMIT yang dibiayai sangat rendah, juga kepedulian sekolah kepada lingkungan, persekutuan gereja, keramahan kepada kelompok rentan dan sebagainya. (LT)