Jemaat Tubutuan, sikap GMIT - Kasus kekerasan seksual
yang melibatkan SAS baru-baru ini membangkitkan keprihatinan dan kepedulian
Majelis Sinode (MS) GMIT dalam melakukan langkah pencegahan terhadap kejahatan
serupa. Dalam menjunjung tinggi nilai kehidupan dan keadilan bagi korban, GMIT
menghargai proses hukum yang berjalan, sambil terus berupaya memperjuangkan hak
hidup bagi siapa pun. Dalam artikel ini, kita akan membahas sikap terbaru GMIT
terkait kasus SAS dan langkah-langkah konkret yang akan diambil untuk mencegah
terulangnya kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam pelayanan gereja.
Baca Juga : Dibalik Ketaatan Beragama, Terkuak Gelapnya Dosa Calon Pendeta yang Mencabuli 9 Anak di Alor
Dilangsir dari laman berita sinodegmit.or.id, pada tanggal 8 Maret 2023,
hakim pengadilan negeri Kalabahi mengeluarkan vonis hukuman mati terkait kasus
kekerasan seksual yang dilakukan oleh SAS. Terkait hal ini, Majelis Sinode (MS)
GMIT menghargai proses hukum yang telah berjalan dan menilai bahwa hakim sudah
mempertimbangkan semua materi persidangan, seperti keterangan saksi, keterangan
terdakwa, dan alat bukti lainnya.
Dalam hal keadilan untuk korban, SAS memang patut dihukum. Kasus ini
dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk memberikan efek jera dan
mencegah kejahatan serupa terjadi di masa yang akan datang. Kami berharap kasus
ini dan proses peradilan yang sedang berlangsung menjadi pembelajaran penting
agar tidak ada lagi korban perempuan dan anak karena kejahatan serupa.
GMIT terus melakukan upaya-upaya pencegahan terulangnya kekerasan
terhadap perempuan dan anak dalam pelayanan gereja. Saat ini, sebuah tim sedang
mengerjakan dokumen perlindungan kepada kelompok rentan dalam pelayanan (safe
guarding policy).
Dalam persidangan MS ke-50, tanggal 28 Februari sampai dengan 4 Maret
2023, MS GMIT telah mengeluarkan pernyataan bahwa "GMIT mengakui Tuhanlah
Pemberi, Pencipta dan Pemelihara kehidupan. Kehidupan adalah nilai yang harus
dijunjung tinggi oleh umat manusia. Karena itu manusia tak boleh membunuh
saudaranya. Berdasarkan hal itu, GMIT meminta kepada Pemerintah Republik
Indonesia mempertimbangkan kembali penerapan hukuman mati yang akan
dilaksanakan saat ini dan di waktu-waktu mendatang."
Berdasarkan hal tersebut, GMIT terus bekerja untuk pemulihan korban
kejahatan dan memperjuangkan hak hidup bagi siapa pun. Kami berkomitmen untuk
tetap melakukan pendampingan bagi anak-anak yang telah menjadi korban, melalui
pelayanan Majelis Jemaat dan Majelis Klasis setempat dan dukungan Rumah Harapan
GMIT. Dalam waktu dekat, Tim Rumah Harapan GMIT akan berkunjung ke Nailang
untuk melakukan monitoring dan evaluasi selepas keputusan pengadilan ini.
Kami terus mendoakan semua pihak yang terkait dalam kasus ini, seperti
anak-anak korban, orang tua dan keluarga mereka, SAS, orang tua dan
keluarganya, jemaat-jemaat GMIT, para pengacara, jaksa, dan hakim yang
mengadili perkara SAS, serta semua pihak yang memberikan perhatian dalam proses
hukum terhadap SAS. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa menyertai dan
melindungi kita semua.
Kesimpulan dari sikap Majelis Sinode GMIT yang menghargai putusan
hukuman mati terhadap pelaku kekerasan seksual SAS adalah sebuah tindakan yang
mencerminkan tanggung jawab sosial dan moral sebagai pelayan gereja. Dalam hal
ini, GMIT juga menunjukkan komitmen untuk terus melakukan upaya pencegahan
terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam pelayanan gereja. Namun,
GMIT tetap mengajak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali penerapan hukuman
mati yang akan dilaksanakan saat ini dan di waktu-waktu mendatang, dengan
mengutamakan nilai kehidupan yang dijunjung tinggi oleh umat manusia.
Sebagai orang percaya, kita perlu mengingatkan diri kita sendiri dan orang lain tentang pentingnya menghargai nilai kehidupan yang diberikan oleh Tuhan. Alkitab mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki martabat yang sama di hadapan Tuhan, dan tidak ada satu pun manusia yang berhak untuk mengambil nyawa orang lain. Sebagai contoh, dalam Kejadian 9:6, Allah memperingatkan bahwa siapa pun yang menumpahkan darah manusia, maka nyawanya akan diminta oleh manusia lain. Kita sebagai orang percaya juga dipanggil untuk mengasihi sesama dan berjuang untuk keadilan, termasuk dalam kasus kekerasan seksual. Dalam Mazmur 82:3-4, kita dipanggil untuk membela orang-orang yang tertindas dan berjuang untuk kepentingan orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Semoga kita semua dapat bersama-sama mengambil sikap untuk menghargai nilai kehidupan dan berjuang untuk keadilan dan kebenaran, dengan mengutamakan kasih dan pengampunan.