Mengakhiri Puasa Ramadhan dan
Membangun Persatuan: Kisah Ngelakh di Senegal
Introduction
Dalam cahaya bulan purnama yang
bersinar gemilang di langit Senegal, suara nyanyian syukur bergema merayakan akhir puasa Ramadhan dan awal persahabatan yang mengagumkan. Sebagai ungkapan
syukur atas berkah persatuan, umat Kristen dan Muslim bersama-sama merayakan
Korite (Idul Fitri) dengan tradisi ngalakh yang penuh makna. Sebuah kutipan
dari (band.1 Korintus 1:10) menggema di antara langkah-langkah yang saling terikat
erat, "Karena itu, saudara-saudara, berbicaralah semuanya dengan sepakat
dan jauhkanlah pertentangan-pertentangan di antara kamu, dan hiduplah selaras
dengan ajaran-ajaran Yesus Kristus." Mari kita telusuri kisah kebersamaan
ini lebih lanjut, dan saksikan bagaimana tradisi ini mempererat hubungan
antaragama dengan penuh kebaikan dan kasih.
Editorial Report
Sebagaimana dilangsir dari
christianitytoday, kamis (11/04/2024, pukul 13.00). Minggu ini, umat Kristen di
negara Afrika Barat yang mayoritas penduduknya Muslim mengakhiri puasa Ramadhan
selama sebulan dengan merayakan Korite (Idul Fitri). Saat merayakan Korite,
fokus utama adalah pada pengampunan, rekonsiliasi, dan berbagi makanan sehat,
seperti ayam, dengan teman-teman Kristen.
Dua bulan kemudian, saat Tabaski
(Idul Adha), tradisi berbagi makanan meluas ke tetangga Kristen. Daging kambing
dari domba yang disembelih untuk memperingati pengorbanan putra Abraham juga
dibagikan.
Bagi umat Kristiani di Senegal, tanda
persatuan antaragama adalah ngalakh, sebuah bubur yang menjadi simbol kuat
kebersamaan. Dalam bahasa setempat, ngalakh berarti "membuat bubur",
dan makanan penutup dingin ini menandai berakhirnya masa Prapaskah.
Sebuah Tradisi yang Menyatukan
Komunitas Kristen di Senegal, yang
hanya sekitar 3-5% dari 18 juta penduduknya, merayakan Paskah dengan ngalakh.
Terbuat dari krim kacang dan roti monyet (buah dari pohon baobab), ngalakh
memperkuat hubungan antara Kristen dan Muslim di negara ini.
Tradisi ngalakh ini berkembang selama
masa kolonialisme Perancis ketika perempuan pelayan mulatto menyiapkan makanan
tanpa daging kepada tuannya selama puasa Prapaskah. Seiring berjalannya waktu,
tradisi tersebut juga meluas ke kalangan Protestan.
Simbol Persatuan dan Kebaikan
Meskipun ngalakh dianggap
kontroversial oleh sebagian, bagi banyak orang, ngalakh adalah simbol persatuan
dan niat baik di antara tetangga. Ini bukan hanya tradisi Katolik, tetapi juga
sarana untuk memupuk penjangkauan dan membangun jembatan pemahaman.
Dogue, wakil presiden operasi Afrika
untuk Our Daily Bread Ministries, mengatakan bahwa ngalakh adalah contoh nyata
tentang bagaimana keberagaman agama bisa menjadi sumber kebaikan dan kesatuan.
Kesimpulan
Tradisi ngalakh di Senegal bukan
hanya tentang membuat bubur, tetapi tentang menghormati, menghargai, dan
memperkuat hubungan antaragama. Ini adalah bukti bahwa melalui pengampunan,
rekonsiliasi, dan berbagi, kita dapat membangun dunia yang lebih baik dan penuh
kasih.
Suara Gembala dan Doa Penutup
Suara Gembala masih terdengar jelas
di antara gemuruh kehidupan yang terus berputar di Senegal, memanggil semua
umat-Nya untuk hidup dalam kasih dan persaudaraan. Sebagai umat Kristiani, kita
diajak untuk mengambil contoh dari hubungan yang damai dan penuh toleransi
antara Kristen dan Muslim dalam perayaan Korite dan Tabaski, sebagai cerminan
dari ajaran Kristus yang mengajarkan kasih dan pengampunan. Dalam (band.1 Yohanes 4:7)
tertulis, "Marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari
Allah, dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal
Allah."
Mari kita mengakhiri perjumpaan kita
dengan doa, memohon kepada-Nya agar kasih, perdamaian, dan persatuan selalu
mengalir di antara umat manusia, tidak hanya di Senegal tetapi di seluruh
dunia. Semoga kebersamaan dalam perbedaan kita menjadi sumber kebaikan dan
kebahagiaan bagi semua, sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan. Amin.
Written by: Jtadmin
Editor : Jtadmin