Dipimpin Oleh Hikmat Tuhan (Yakobus 3:13-18)
I. Pendahuluan
1. Salam Pembuka :
Selamat pagi, Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus! Pada
kesempatan ibadah Minggu yang penuh berkah ini, kita bersama-sama berkumpul
dalam sukacita merayakan anugerah Tuhan di tengah kehidupan kita yang beragam.
Tak hanya itu, kita juga menyambut peringatan Hari Ulang Tahun Republik
Indonesia yang ke-79 dengan penuh semangat. Tema yang kita renungkan hari ini,
"Dipimpin Oleh Hikmat Tuhan," sangat relevan dengan realitas bangsa
kita yang penuh tantangan. Dalam keragaman budaya, agama, dan pandangan hidup,
kita diajak untuk hidup dalam hikmat yang berasal dari Tuhan, hikmat yang
menuntun kita untuk membangun Nusantara Baru menuju Indonesia yang Maju. Mari
kita renungkan bersama bagaimana hikmat ini dapat menjadi landasan bagi setiap
langkah kita dalam menjalani hidup sebagai warga bangsa yang memegang teguh
persatuan dan kebijaksanaan.
2. Pentingnya memiliki hikmat :
Setelah kita mendengar bacaan Alkitab dari Yakobus 3:13-18, kita diingatkan akan betapa pentingnya memiliki
hikmat yang sejati, hikmat yang berasal dari Tuhan. Ayat-ayat ini menegaskan
bahwa hikmat bukanlah sekadar pengetahuan atau kecerdasan manusia, melainkan
sebuah pemberian ilahi yang membawa kita pada hidup yang penuh kelemahlembutan,
kedamaian, dan kesatuan. Hikmat ini sangat diperlukan, terutama dalam memimpin
dan menjalani kehidupan di tengah dunia yang penuh dengan tantangan dan godaan
untuk mengikuti jalan yang salah. Hanya dengan hikmat dari Tuhan, kita dapat
membuat keputusan yang bijak, membangun kehidupan yang berkenan di hadapan-Nya,
serta menjadi teladan dalam masyarakat yang terus berkembang dan berubah.
II. Inti Pembahasan
1. Menanggalkan Keegoan untuk Kebaikan Bersama:
Salah satu syarat utama untuk menemukan apa yang baik bagi kehidupan
bersama adalah kemauan untuk menanggalkan keegoan. Dalam perjalanan sejarah
bangsa kita, para pemimpin Indonesia telah menghadapi berbagai kepentingan dan
tantangan, namun mereka selalu berusaha mengedepankan kepentingan bersama di
atas kepentingan pribadi atau kelompok. Tujuan akhirnya adalah membangun sebuah
bangsa yang bersatu, di mana setiap orang dihargai tanpa memandang perbedaan
suku, agama, atau golongan. Mereka menyadari bahwa keegoisan hanya akan memecah
belah dan menghambat kemajuan bersama, sedangkan semangat kebersamaan dan pengorbanan
adalah kunci untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Sebagai jemaat, kita diajak untuk merefleksikan hal ini dalam kehidupan
pribadi dan komunitas kita. Apakah kita masih sering terjebak dalam keegoisan
yang menghalangi kita untuk melihat kebaikan yang lebih besar? Dalam hubungan
keluarga, pekerjaan, dan lingkungan gereja, keegoan bisa menjadi penghalang
utama bagi terciptanya damai sejahtera dan harmoni. Kita harus belajar
melepaskan ego kita, mengutamakan kepentingan bersama, dan membangun komunitas
yang penuh kasih dan pengertian. Dengan demikian, kita dapat menjadi bagian
dari upaya untuk mewujudkan kebaikan bersama, baik dalam lingkup kecil maupun
besar.
2. Hikmat dari Atas yang Melepas Keegoisan:
Teks Yakobus dengan jelas menyatakan bahwa sikap melepas keegoisan
adalah bagian dari hikmat yang datang dari atas, yaitu hikmat yang Tuhan
kehendaki untuk kita miliki. Hikmat ini bukan hanya tentang kecerdasan atau
pengetahuan, tetapi lebih kepada karakter yang mencerminkan kasih Tuhan. Ciri-ciri
dari hikmat ini adalah kelemahlembutan, tidak iri hati, tidak arogan, dan tidak
sombong. Ketika kita hidup dengan hikmat seperti ini, kita menjadi saluran
berkat bagi orang lain dan memperkuat sendi-sendi kebersamaan serta keberagaman
di tengah-tengah kita. Sebaliknya, jika kita tidak memiliki hikmat ini, hidup
kita cenderung dipenuhi dengan konflik, perselisihan, dan akhirnya merusak
persatuan yang seharusnya kita jaga bersama.
Sebagai jemaat, mari kita masing-masing menilai diri kita sendiri.
Apakah kita sudah hidup dalam hikmat yang berasal dari Tuhan, atau kita masih
sering terjebak dalam sikap egois, iri hati, dan kesombongan? Ini adalah saat
yang tepat untuk merenungkan, apakah tindakan dan keputusan kita sehari-hari
mencerminkan kelemahlembutan dan kasih yang Tuhan kehendaki, atau justru
sebaliknya. Dengan mengandalkan hikmat dari Tuhan, kita bisa menjadi pribadi
yang lebih baik, yang tidak hanya membangun diri sendiri, tetapi juga
memperkokoh komunitas dan bangsa kita dalam cinta dan kebersamaan.
3. Hikmat Kebijaksanaan dalam Sila Keempat:
Sila keempat dalam Pancasila, "Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan," menegaskan bahwa
hidup bersama dalam sebuah bangsa yang besar dan beragam seperti Indonesia tidaklah
mudah. Dalam perjalanan hidup berbangsa dan bernegara, berbagai persoalan dan
tantangan akan selalu muncul. Persoalan ini sering kali menuntut kita untuk
tidak hanya mengandalkan kemampuan intelektual atau kekuatan fisik semata,
tetapi juga memerlukan hikmat dan kebijaksanaan yang sejati. Hikmat ini harus
menjadi pedoman dalam setiap musyawarah dan pengambilan keputusan, memastikan
bahwa keputusan yang diambil benar-benar untuk kebaikan bersama, bukan untuk
kepentingan segelintir orang.
Demokrasi yang sejati tidak boleh ditentukan oleh hawa nafsu, ambisi,
uang, atau kekuasaan. Ketika kekuatan-kekuatan negatif ini yang menjadi dasar
dari pengambilan keputusan, maka yang terjadi adalah ketidakadilan, perpecahan,
dan kekacauan. Sebaliknya, demokrasi yang didasarkan pada hikmat kebijaksanaan
akan selalu mengutamakan kesejahteraan bersama, persatuan, dan keadilan. Hikmat
kebijaksanaan inilah yang menjadi pengarah dalam menentukan arah hidup bangsa
kita, memastikan bahwa keputusan yang diambil selalu berpihak pada kepentingan
rakyat dan memajukan kesejahteraan umum.
Sebagai jemaat, kita diajak untuk memohon hikmat Tuhan dalam menghadapi
berbagai tantangan dan ancaman krisis, baik di tingkat global, regional, maupun
lokal. Di tengah dinamika dan perubahan yang cepat, kita memerlukan hikmat dari
atas yang memampukan kita untuk mengambil keputusan yang benar, bijaksana, dan
adil. Marilah kita bersama-sama berdoa agar hikmat Tuhan selalu hadir dalam
setiap langkah dan keputusan kita, sehingga kita dapat berkontribusi dalam
membangun bangsa yang lebih kuat, adil, dan sejahtera.
III. Penutup
Aplikasi dan Pengutusan:
Marilah kita bersama-sama sepatutnya harus memohon hikmat dari Tuhan
agar kita dimampukan untuk menanggalkan keegoan yang sering kali menjadi
penghalang dalam hubungan kita dengan sesama. Semoga kita dapat hidup dalam
kelemahlembutan, saling mengasihi, dan membangun kesatuan yang kokoh baik dalam
keluarga, gereja, maupun masyarakat. Dengan hikmat dari Tuhan, kita dapat
menjadi terang dan garam di tengah dunia, membawa damai sejahtera dan kebaikan
di mana pun kita berada.
Sebagai penutup hari ini, marilah kita dengan semangat untukmenyatakan diri dan menjadi pembawa hikmat dalam setiap lingkungan kita. Jadilah contoh bagi orang-orang di sekitar kita dengan menerapkan hikmat Tuhan dalam setiap tindakan dan keputusan. Dengan hikmat yang berasal dari Tuhan, kita tidak hanya mampu menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan, tetapi juga dapat melakukannya dengan penuh kebijaksanaan dan damai. Semoga setiap langkah kita selalu dipenuhi dengan petunjuk-Nya, sehingga kita dapat mewujudkan kebaikan dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan memberkati kita semua. Dirgahayu HUT RI ke-79, "Nusantara Baru Indonesia Maju". Amin
Written by: PenaRadmin
Editor : PenaRadmin